Kamis, 05 April 2012

UU.RI No.40 Tentang Perseroan Terbatas


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG
PERSEROAN TERBATAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional,
perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional yang
sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi
perkembangan perekonomian di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh
suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin
terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif;
c. bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu
diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu
diganti dengan undang-undang yang baru;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.
3. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta
dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun
masyarakat pada umumnya.
4. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan
yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris
dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
5. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar.
6. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara
umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
- 2 -
7. Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran
umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal.
8. Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan
modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal.
9. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih
untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan
aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada
Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan
yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
10. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum
Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
11. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang
perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas Perseroan tersebut.
12. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan
usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum
kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih
karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan atau lebih.
13. Surat Tercatat adalah surat yang dialamatkan kepada penerima dan dapat dibuktikan dengan
tanda terima dari penerima yang ditandatangani dengan menyebutkan tanggal penerimaan.
14. Surat Kabar adalah surat kabar harian berbahasa Indonesia yang beredar secara nasional.
15. Hari adalah hari kalender.
16. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi
manusia.
Pasal 2
Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.
Pasal 3
(1) Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang
dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi
saham yang dimiliki.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad
buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Perseroan; atau
d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara
melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan
Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
Pasal 4
Terhadap Perseroan berlaku undang-undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 5
(1) Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik
Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya.
- 3 -
(3) Dalam surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Perseroan, barang cetakan, dan
akta dalam hal Perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap
Perseroan.
Pasal 6
Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak terbatas sebagaimana ditentukan
dalam anggaran dasar.
BAB II
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAFTAR
PERSEROAN DAN PENGUMUMAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 7
(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam
bahasa Indonesia.
(2) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam rangka Peleburan.
(4) Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri
mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
(5) Setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang
dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan
tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada
orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.
(6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang
saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi
atas segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang
berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut.
(7) Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi:
a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau
b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam undangundang
tentang Pasar Modal.
Pasal 8
(1) Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan la in berkaitan dengan pendirian
Perseroan.
(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan
pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan
tanggal keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;
b. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan
anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;
c. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan
nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
(3) Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat
kuasa.
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri bersama-sama mengajukan
permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara
elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
- 4 -
b. jangka waktu berdirinya Perseroan;
c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. alamat lengkap Perseroan.
(2) Pengisian format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan
pengajuan nama Perseroan.
(3) Dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan diatur
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 10
(1) Permohonan untuk memperoleh keputusan menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak
tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen
pendukung.
(2) Ketentuan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan menteri.
(3) Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan
mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak berkeberatan
atas permoho nan yang bersangkutan secara elektronik.
(4) Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan
mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung memberitahukan penolakan
beserta alasannya kepada pemohon secara elektronik.
(5) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan
tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon yang bersangkutan wajib
menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung.
(6) Apabila semua persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dipenuhi secara
lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri menerbitkan keputusan tentang
pengesahan badan hukum Perseroan yang ditandatangani secara elektronik.
(7) Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, Menteri langsung memberitahukan hal
tersebut kepada pemohon secara elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) menjadi gugur.
(8) Dalam hal pernyataan tidak berkeberatan gugur, pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh keputusan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
(9) Dalam hal permohonan untuk memperoleh keputusan menteri tidak diajukan dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya
jangka waktu tersebut dan Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar
karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.
(10) Ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi
permohonan pengajuan kembali.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan permohonan untuk memperoleh keputusan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) bagi daerah tertentu yang belum mempunyai atau
tidak dapat digunakan jaringan elektronik diatur dengan peraturan menteri.
Pasal 12
(1) Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang
dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta
pendirian.
(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta
yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian.
- 5 -
(3) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta
otentik, nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan notaris yang membuat akta otentik
tersebut disebutkan dalam akta pendirian Perseroan.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak
dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak
mengikat Perseroan.
Pasal 13
(1) Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum
didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS
pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan
kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau
kuasanya.
(2) RUPS pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan dalam jangka
waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan
hukum.
(3) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah apabila RUPS dihadiri oleh
pemegang saham yang mewakili semua saham dengan hak suara dan keputusan disetujui
dengan suara bulat.
(4) Dalam hal RUPS tidak diselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) atau RUPS tidak berhasil mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), setiap calon pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab
secara pribadi atas segala akibat yang timbul.
(5) Persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan apabila perbuatan
hukum tersebut dilakukan atau disetujui secara tertulis oleh semua calon pendiri sebelum
pendirian Perseroan.
Pasal 14
(1) Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya
boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua
anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung
renteng atas perbuatan hukum tersebut.
(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendiri atas
nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut
menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan.
(3) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), karena hukum menjadi tanggung
jawab Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya mengikat dan menjadi
tanggung jawab Perseroan setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang
saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemega ng saham Perseroan.
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah RUPS pertama yang harus
diselenggarakan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status
badan hukum.
Bagian Kedua
Anggaran Dasar dan Perubahan Anggaran Dasar
Paragraf 1
Anggaran Dasar
Pasal 15
(1) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi,
hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
- 6 -
f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan
Komisaris;
i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anggaran dasar dapat juga memuat
ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan undang- undang ini.
(3) Anggaran dasar tidak boleh memuat:
a. ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan
b. ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Pasal 16
(1) Perseroan tidak boleh memakai nama yang:
a. telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau sama pada pokoknya dengan nama
Perseroan lain;
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga
internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan;
d. tidak sesuai dengan maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha, atau menunjukkan maksud
dan tujuan Perseroan saja tanpa nama diri;
e. terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak
membentuk kata; atau
f. mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata.
(2) Nama Perseroan harus didahului dengan frase “Perseroan Terbatas” atau disingkat “PT”.
(3) Dalam hal Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pada akhir nama Perseroan ditambah kata singkatan “Tbk”.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Perseroan diatur dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 17
(1) Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah
negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan kantor pusat
Perseroan.
Pasal 18
Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam
anggaran dasar Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 2
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 19
(1) Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS.
(2) Acara mengenai perubahan anggaran dasar wajib dicantumkan dengan jelas dalam panggilan
RUPS.
Pasal 20
(1) Perubahan anggaran dasar Perseroan yang telah dinyatakan pailit tidak dapat dilakukan,
kecuali dengan pesetujuan kurator.
(2) Persetujuan kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dalam permohonan
persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri.
Pasal 21
(1) Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri.
(2) Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- 7 -
a. nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya modal dasar;
e. pengurangan modal
f. ditempatkan dan disetor; dan/atau
g. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
(3) Perubahan anggaran dasar selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan
kepada Menteri.
(4) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dimuat atau
dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.
(5) Perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat
notaris harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal keputusan RUPS.
(6) Perubahan anggaran dasar tidak boleh dinyatakan dalam akta notaris setelah lewat batas
waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diajukan kepada Menteri, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta
notaris yang memuat perubahan anggaran dasar.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi
pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri.
(9) Setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar tidak dapat diajukan
atau disampaikan kepada Menteri.
Pasal 22
(1) Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar mengenai perpanjangan jangka waktu
berdirinya Perseroan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar harus diajukan kepada
Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Perseroan
berakhir.
(2) Menteri memberikan persetujuan atas permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lambat pada tanggal terakhir berdirinya Perseroan.
Pasal 23
(1) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) mulai berlaku
sejak tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai persetujuan perubahan anggaran
dasar.
(2) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) mulai berlaku
sejak tanggal diterbitkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar oleh
Menteri.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku dalam hal undangundang
ini menentukan lain.
Pasal 24
(1) Perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria sebagai
Perseroan Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal, wajib mengubah anggaran dasarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2)
huruf f dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut.
(2) Direksi Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan pernyataan
pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 25
(1) Perubahan anggaran dasar mengenai status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan
Terbuka mulai berlaku sejak tanggal:
a. efektif pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas di bidang pasar
modal bagi Perseroan Publik; atau
- 8 -
b. dilaksanakan penawaran umum, bagi Perseroan yang mengajukan pernyataan pendaftaran
kepada lembaga pengawas di bidang pasar modal untuk melakukan penawaran umum
saham sesuai dengan ketent uan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Dalam hal pernyataan pendaftaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
tidak menjadi efektif atau Perseroan yang telah mengajukan pernyataan pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak melaksanakan penawaran umum saham,
Perseroan harus mengubah kembali anggaran dasarnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
setelah tanggal persetujuan Menteri.
Pasal 26
Perubahan anggaran dasar yang dilakukan dalam rangka Penggabungan atau Pengambilalihan
berlaku sejak tanggal:
a. persetujuan Menteri;
b. kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri; atau
c. pemberitahuan perubahan anggaran dasar diterima Menteri, atau tanggal kemudian yang
ditetapkan dalam akta Penggabungan atau akta Pengambilalihan.
Pasal 27
Permohonan persetujuan atas perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (2) ditolak apabila:
a. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan anggaran dasar;
b. isi perubahan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban
umum, dan/atau kesusilaan; atau
c. terdapat keberatan dari kreditor atas keputusan RUPS mengenai pengurangan modal.
Pasal 28
Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan untuk memperoleh keputusan menteri
mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, dan keberatannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 mutatis mutandis berlaku bagi pengajuan permohonan
persetujuan perubahan anggaran dasar dan keberatannya.
Bagian Ketiga
Daftar
Perseroan dan Pengumuman
Paragraf 1
Daftar Perseroan
Pasal 29
(1) Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri.
(2) Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data tentang
(3) Perseroan yang meliputi:
a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu
pendirian, dan permodalan;
b. alamat lengkap Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
c. nomor dan tanggal akta pendirian dan keputusan menteri mengenai pengesahan badan
hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
d. nomor dan tangga l akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
e. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal penerimaan
pemberitahuan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
f. nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan
anggaran dasar;
g. nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan
Komisaris Perseroan;
h. nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan
tentang pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri;
- 9 -
i. berakhirnya status badan hukum Perseroan;
j. neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang
wajib diaudit.
(4) Data Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimasukkan dalam daftar Perseroan
pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal:
a. Keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, persetujuan atas
perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;
b. Penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan
persetujuan; atau
c. Penerimaan pemberitahuan perubahan data Perseroan yang bukan merupakan perubahan
anggaran dasar.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g mengenai nama lengkap dan alamat
pemegang saham Perseroan Terbuka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal.
(6) Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai daftar Perseroan diatur dengan peraturan menteri.
Paragraf 2
Pengumuman
Pasal 30
(1) Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia:
a. akta pendirian Perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (4);
b. akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
c. akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri dalam waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b atau sejak diterimanya
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengumuman dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
MODAL DAN SAHAM
Bagian Kesatu
Modal
Pasal 31
(1) Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terdiri atas saham
tanpa nilai nominal.
Pasal 32
(1) Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum
modal Perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 33
(1) Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.
- 10 -
(2) Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan bukti penyetoran yang sah.
(3) Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang
ditempatkan harus disetor penuh.
Pasal 34
(1) Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk
lainnya.
(2) Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang
ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.
(3) Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) Surat
Kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian
ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.
Pasal 35
(1) Pemegang saham dan kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap Perseroan tidak
dapat menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga
saham yang telah diambilnya, kecuali disetujui oleh RUPS.
(2) Hak tagih terhadap Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat dikompensasi
dengan setoran sahamadalah hak tagih atas tagihan terhadap Perseroan yang timbul karena:
a. Perseroan telah menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau benda tidak
berwujud yang dapat dinilai dengan uang;
b. pihak yang menjadi penanggung atau penjamin utang Perseroan telah membayar lunas
utang Perseroan sebesar yang ditanggung atau dijamin; atau
c. Perseroan menjadi penanggung atau penjamin utang dari pihak ketiga dan Perseroan telah
menerima manfaat berupa uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang
langsung atau tidak langsung secara nyata telah diterima Perseroan.
(3) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan
ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan jumlah suara untuk perubahan anggaran
dasar sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
Pasal 36
(1) Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh
Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh
Perseroan.
(2) Ketentuan larangan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah,
atau hibah wasiat.
(3) Saham yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan kepada pihak lain yang
tidak di larang memiliki saham dalam Perseroan.
(4) Dalam hal Perseroan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan efek,
berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Bagian Kedua
Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan
Pasal 37
(1) Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:
a. pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan
menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang
telah disisihkan; dan
b. jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai saham
atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan
lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak
- 11 -
melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan,
kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertentangan
dengan ayat (1) batal karena hukum.
(3) Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang
saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Saham yang dibeli kembali Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh
dikuasai Perseroan paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 38
(1) Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) atau
pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Keputusan RUPS yang memuat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila
dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan
jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam undang-undang ini
dan/atau anggaran dasar.
Pasal 39
(1) RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui
pelaksanaan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kali dapat diperpanjang
untuk jangka waktu yang sama.
(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sewaktu-waktu dapat ditarik
kembali oleh RUPS.
Pasal 40
(1) Saham yang dikuasai Perseroan karena pembelian kembali, peralihan karena hukum, hibah
atau hibah wasiat, tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak
diperhitungkan dalam menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai dengan
ketentuan undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhak mendapat pembagian dividen.
Bagian Ketiga
Penambahan Modal
Pasal 41
(1) Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS.
(2) RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui
pelaksanaan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu
paling lama1 (satu) tahun.
(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditarik
kembali oleh RUPS.
Pasal 42
(1) Keputusan RUPS untuk penambahan modal dasar adalah sah apabila dilakukan dengan
memperhatikan persyaratan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar
sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Keputusan RUPS untuk penambahan modal ditempatkan dan disetor dalam batas modal
dasar adalah sah apabila dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari 1/2 (satu perdua)
bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara dan disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu
perdua) bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan, kecuali ditentukan lebih besar
dalam anggaran dasar.
(3) Penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat wajib diberitahukan kepada Menteri
untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
- 12 -
Pasal 43
(1) Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan
kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham
yang sama.
(2) Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang
klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah
seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.
(3) Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pengeluaran saham:
a. ditujukan kepada karyawan Perseroan;
b. ditujukan kepada pemegang obligasi atau efek lain yang dapat dikonversikan menjadi
saham, yang telah dikeluarkan dengan persetujuan RUPS; atau
c. dilakukan dalam rangka reorganisasi dan/atau restrukturisasi yang telah disetujui oleh
RUPS.
(4) Dalam hal pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menggunakan hak
untuk membeli dan membayar lunas saham yang dibeli dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari terhitung sejak tanggal penawaran, Perseroan dapat menawarkan sisa saham yang tidak
diambil bagian tersebut kepada pihak ketiga.
Bagian Keempat
PenguranganModal
Pasal 44
(1) Keputusan RUPS untuk pengurangan modal Perseroan adalah sah apabila dilakukan dengan
memperhatikan persyaratan ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan
anggaran dasar sesuai ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Direksi wajib memberitahukan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
semua kreditor dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih surat kabar dalam jangka
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
Pasal 45
(1) Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), kreditor dapat mengajukan keberatan secara tertulis
disertai alasannya kepada Perseroan atas keputusan pengurangan modal dengan tembusan
kepada Menteri.
(2) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterima, Perseroan wajib memberikan jawaban secara tertulis atas keberatan
yang diajukan.
(3) Dalam hal Perseroan:
a. menolak keberatan atau tidak memberikan penyelesaian yang disepakati kreditor dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban Perseroan diterima;
atau
b. tidak memberikan tanggapan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak
tanggal keberatan diajukan kepada Perseroan, kreditor dapat mengajukan gugatan ke
pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Pasal 46
(1) Pengurangan modal Perseroan merupakan perubahan anggaran dasar yang harus mendapat
persetujuan Menteri.
(2) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila:
a. tidak terdapat keberatan tertulis dari kreditor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (1);
b. telah dicapai penyelesaian atas keberatan yang diajukan kreditor; atau
c. gugatan kreditor ditolak oleh pengadilan berdasarkan putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
- 13 -
Pasal 47
(1) Keputusan RUPS tentang pengurangan modal ditempatkan dan disetor dilakukan dengan cara
penarikan kembali saham atau penurunan nilai nominal saham.
(2) Penarikan kembali saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap saham
yang telah dibeli kembali oleh Perseroan atau terhadap saham dengan klasifikasi yang dapat
ditarik kembali.
(3) Penurunan nilai nominal saham tanpa pembayaran kembali harus dilakukan secara seimbang
terhadap seluruh saham dari setiap klasifikasi saham.
(4) Keseimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikecualikan dengan persetujuan
semua pemegang saham yang nilai nominal sahamnya dikurangi.
(5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, keputusan RUPS tentang
pengurangan modal hanya boleh diambil setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari
semua pemegang saham dari setiap klasifikasi saham yang haknya dirugikan oleh keputusan
RUPS tentang pengurangan modal tersebut.
Bagian Kelima
Saham
Pasal 48
(1) Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.
(2) Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan
memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah
ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak
dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan
dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dan/atau
anggaran dasar.
Pasal 49
(1) Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah.
(2) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan diaturnya
pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal.
Pasal 50
(1) Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat
sekurang-kurangnya:
a. nama dan alamat pemegang saham;
b. jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan
klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham;
c. jumlah yang disetor atas setiap saham;
d. nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai
atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai
atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;
e. keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (2).
(2) Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi Perseroan wajib
mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham
anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada
Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
(3) Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham.
(4) Daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
disediakan di tempat kedudukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham.
- 14 -
(5) Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain,
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi
Perseroan Terbuka.
Pasal 51
Pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.
Pasal 52
(1) Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:
a. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
b. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
c. menjalankan hak lainnya berdasarkan undang- undang ini.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar
pemegang saham atas nama pemiliknya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c tidak berlaku bagi
klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam undang- undang ini.
(4) Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi.
(5) Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dari saham
tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama.
Pasal 53
(1) Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih.
(2) Setiap saham dalam klasifikasi yang sama me mberikan kepada pemegangnya hak yang sama.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah
satu di antaranya sebagai saham biasa.
(4) Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain:
a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris;
c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi
saham lain;
d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu
dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau
nonkumulatif;
e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari
pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam
likuidasi.
Pasal 54
(1) Anggaran dasar dapat menentukan pecahan nilai nominal saham.
(2) Pemegang pecahan nilai nominal saham tidak diberikan hak suara perseorangan, kecuali
pemegang pecahan nilai nominal saham, baik sendiri atau bersama pemegang pecahan nilai
nominal saham lainnya yang klasifikasi sahamnya sama memiliki nilai nominal sebesar 1
(satu) nominal saham dari klasifikasi tersebut.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) dan ayat (5) mutatis mutandis
berlaku bagi pemegang pecahan nilai nominal saham.
Pasal 55
Dalam anggaran dasar Perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 56
(1) Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak.
(2) Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau salinannya disampaikan
secara tertulis kepada Perseroan.
(3) Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak
tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam
- 15 -
Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham
kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak.
(4) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dilakukan, Menteri
menolak permohonan persetujuan atau pemberitahuan yang dilaksanakan berdasarkan
susunan dan nama pemegang saham yang belum diberitahukan tersebut.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar
modal diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 57
(1) Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:
a. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi
tertentu atau pemegang saham lainnya;
b. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau
c. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pemindahan hak
atas saham disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali keharusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berkenaan dengan kewarisan.
Pasal 58
(1) Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih
dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain,
dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan
ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat
menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga.
(2) Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berhak menarik kembali penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Kewajiban menawarkan kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku 1 (satu) kali.
Pasal 59
(1) Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ
Perseroan atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama
90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tangga l Organ Perseroan menerima permintaan
persetujuan pemindahan hak tersebut.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Organ
Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui
pemindahan hak atas saham tersebut.
(3) Dalam hal pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan, pemindahan hak
harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal
persetujuan diberikan.
Pasal 60
(1) Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
52 kepada pemiliknya.
(2) Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain
dalam anggaran dasar.
(3) Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
(4) Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada
pemegang saham.
- 16 -
Pasal 61
(1) Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan
negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan
wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Pasal 62
(1) Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan
harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang
merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa:
a. perubahan anggaran dasar;
b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50%
(lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau
c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
(3) Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi
batas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak
ketiga.
BAB IV
RENCANA KERJA, LAPORAN TAHUNAN, DAN
PENGGUNAAN LABA
Bagian Kesatu
Rencana Kerja
Pasal 63
(1) Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan datang.
(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat juga anggaran tahunan
Perseroan untuk tahun buku yang akan datang.
Pasal 64
(1) Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 disampaikan kepada Dewan Komisaris
atau RUPS sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Anggaran dasar dapat menentukan rencana kerja yang disampaikan oleh Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau
RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal anggaran dasar menentukan rencana kerja harus mendapat persetujuan RUPS,
rencana kerja tersebut terlebih dahulu harus ditelaah Dewan Komisaris.
Pasal 65
(1) Dalam hal Direksi tidak menyampaikan rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal
64, rencana kerja tahun yang lampau diberlakukan.
(2) Rencana kerja tahun yang lampau berlaku juga bagi Perseroan yang rencana kerjanya belum
memperoleh persetujuan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Laporan Tahunan
Pasal 66
(1) Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan
Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan
berakhir.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya:
- 17 -
a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang
baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari
tahun buk u yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta
catatan atas laporan keuangan tersebut;
b. laporan mengenai kegiatan Perseroan;
c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha
Perseroan;
e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris
selama tahun buku yang baru lampau;
f. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi
anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun berdasarkan standar
akuntansi keuangan.
(4) Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 67
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) ditandatangani oleh semua
anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang
bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat
diperiksa oleh pemegang saham.
(2) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak
menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan
harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi
dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan.
(3) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak
menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak memberi
alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.
Pasal 68
(1) Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit
apabila:
a. kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat;
b. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
c. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
d. Perseroan merupakan persero;
e. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling
sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau
f. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, laporan keuangan
tidak disahkan oleh RUPS.
(3) Laporan atas hasil audit akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
(4) Neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b, dan huruf c setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam 1 (satu)
surat kabar.
(5) Pengumuman neraca dan laporan laba rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah mendapat pengesahan RUPS.
(6) Pengurangan besarnya jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 69
(1) Persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas
pengawasan Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS.
- 18 -
(2) Keputusan atas pengesahan laporan keuangan dan persetujuan laporan tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau
anggaran dasar.
(3) Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan,
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab
terhadap pihak yang dirugikan.
(4) Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena
kesalahannya.
Bagian Ketiga
Penggunaan Laba
Pasal 70
(1) Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk
cadangan.
(2) Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku apabila
Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.
(3) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai cadangan
mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan
disetor.
(4) Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) hanya boleh dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat
dipenuhi oleh cadangan lain.
Pasal 71
(1) Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) diputuskan oleh RUPS.
(2) Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali
ditentukan lain dalam RUPS.
(3) Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh dibagikan apabila Perseroan
mempunyai saldo laba yang positif.
Pasal 72
(1) Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku Perseroan berakhir
sepanjang diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(2) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila
jumlah kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih kecil daripada jumlah modal
ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib.
(3) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengganggu
atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau
mengganggu kegiatan Perseroan.
(4) Pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh
persetujuan Dewan Komisaris, dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (2) dan ayat (3).
(5) Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen
interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan.
(6) Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian
Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pasal 73
(1) Dividen yang tidak diambil setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal yang ditetapkan
untuk pembayaran dividen lampau, dimasukkan ke dalam cadangan khusus.
(2) RUPS mengatur tata cara pengambilan dividen yang telah dimasukkan ke dalam cadangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- 19 -
(3) Dividen yang telah dimasukkan dalam cadangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan tidak diambil dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun akan menjadi hak Perseroan.
BAB V
TANGGUNG JAWAB
SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasal 74
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan
peraturan pemerintah.
BAB VI
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
Pasal 75
(1) RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris,
dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan
dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan
mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.
(3) RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua
pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata
acara rapat.
(4) Keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.
Pasal 76
(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan
kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di mana saham
Perseroan dicatatkan.
(3) Tempat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus terletak di wilayah
negara Republik Indonesia.
(4) Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang
saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di
manapun dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengambil keputusan jika keputusan
tersebut disetujui dengan suara bulat.
Pasal 77
(1) Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga
dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik
lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara
langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
(2) Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar
Perseroan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan risalah
rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.
- 20 -
Pasal 78
(1) RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
(2) RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah
tahun buku berakhir.
(3) Dalam RUPS tahunan, harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2).
(4) RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan
Perseroan.
Pasal 79
(1) Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2)
dan RUPS lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) dengan didahului
pemanggilan RUPS.
(2) Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas
permintaan:
a. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu
persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran
dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau
b. Dewan Komisaris.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Direksi dengan Surat
Tercatat disertai alasannya.
(4) Surat Tercatat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang disampaikan oleh pemegang saham
tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris.
(5) Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima
belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
(6) Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(5):
a. Permintaan penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
diajukan kembali kepada Dewan Komisaris; atau
b. Dewan Komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS, sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b.
(7) Dewan Komisaris wajib melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat
huruf a dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal
permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
(8) RUPS yang diselenggarakan Direksi berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan mata acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi.
(9) RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) huruf b dan ayat (7) hanya membicarakan masalah yang berkaitan
dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(10) Penyelenggaraan RUPS Perseroan Terbuka tunduk pada ketentuan undang-undang ini
sepanjang ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak menentukan
lain.
Pasal 80
(1) Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7), pemegang saham yang
meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan
negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan
pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.
(2) Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, Direksi dan/atau
Dewan Komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila
pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon
mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
(3) Penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga
ketentuan mengenai:
- 21 -
a. bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka
waktu pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/atau ketentuan tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa
terikat pada ketentuan undang- undang ini atau anggaran dasar; dan/atau
b. perintah yang mewajibkan Direksi dan/atau Dewan Komisaris untuk hadir dalam RUPS.
(4) Ketua pengadilan negeri menolak permohonan dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan
secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang
wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh membicarakan mata acara rapat
sebagaimana ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(6) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(7) Dalam hal penetapan ketua pengadilan negeri menolak permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), upaya hukum yang dapat diajukan hanya kasasi.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka dengan
memperhatikan persyaratan pengumuman akan diadakannya RUPS dan persyaratan lainnya
untuk penyelenggaraan RUPS sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
Pasal 81
(1) Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham sebelum menyelenggarakan
RUPS.
(2) Dalam hal tertentu, pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham berdasarkan penetapan ketua pengadilan
negeri.
Pasal 82
(1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan
tanggal RUPS.
(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat
Kabar.
(3) Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai
pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor
Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS
diadakan.
(4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada
pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.
(5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3), keputusan RUPS tetap
sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan
keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
Pasal 83
(1) Bagi Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan
pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pasal 84
(1) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar
menentukan lain.
(2) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;
b. saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau
tidak langsung; atau
- 22 -
c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau
tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
Pasal 85
(1) Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri
RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemegang saham dari
saham tanpa hak suara.
(3) Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk
seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa
kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan
suara yang berbeda.
(4) Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan
Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan
tidak berlaku untuk rapat tersebut.
(6) Ketua rapat berhak menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan
memperhatikan ketentuan undang-undang ini dan anggaran dasar Perseroan.
(7) Terhadap Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (6) berlaku juga ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 86
(1) RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali undang-undang
dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan
pemanggilan RUPS kedua.
(3) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah
dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.
(4) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika
dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih
besar.
(5) Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai,
Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk
RUPS ketiga.
(6) Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan
tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah
ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(7) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(8) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
(9) RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari
dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya
dilangsungkan.
Pasal 87
(1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 (satu per dua) bagian
dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar
menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih
besar.
- 23 -
Pasal 88
(1) RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit
2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian
dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran
dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat
diselenggarakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika
dalam rapat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adala h sah jika disetujui paling sedikit
2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS
yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan
ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum
kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi
Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
Pasal 89
(1) RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan,
pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu
berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit
3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat)
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum
kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih
besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat
diadakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika
dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling
sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran
dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan
ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum
kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga
bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
Pasal 90
(1) Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua
rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta
RUPS.
(2) Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disya ratkan apabila risalah RUPS
tersebut dibuat dengan akta notaris.
Pasal 91
Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat
semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani
usul yang bersangkutan.
- 24 -
BAB VII
DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS
Bagian Kesatu
Direksi
Pasal 92
(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang
ini dan/ atau anggaran dasar.
(3) Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih.
(4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana
masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau
Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(5) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan
wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
(6) Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas
dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.
Pasal 93
(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap
melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya
pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau
yang berkaitan dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan
instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan
surat yang disimpan oleh Perseroan.
Pasal 94
(1) Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta
pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
Direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi
juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian
tersebut.
(6) Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, Direksi
wajib memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar
Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri
menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada
Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar Perseroan.
- 25 -
(9) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak termasuk pemberitahuan yang
disampaikan oleh Direksi baru atas pengangkatan dirinya sendiri.
Pasal 95
(1) Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 93 batal karena hukum sejak saat anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris
mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, anggota Direksi
lainnya atau Dewan Komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Direksi
yang bersangkutan dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat
dalam daftar Perseroan.
(3) Perbuatan hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan
menjadi tanggung jawab Perseroan.
(4) Perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah pengangkatannya batal, adalah tidak sah dan
menjadi tanggung jawab pribadi anggota Direksi yang bersangkutan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi tanggung jawab anggota
Direksi yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
97 dan Pasal 104.
Pasal 96
(1) Ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan
keputusan RUPS.
(2) Kewenangan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilimpahkan kepada Dewan
Komisaris.
(3) Dalam hal kewenangan RUPS dilimpahkan kepada Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), besarnya gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.
Pasal 97
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota
Direksi.
(5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui
pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya
menimbulkan kerugian pada Perseroan.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain
dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.
- 26 -
Pasal 98
(1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(2) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili
Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.
(2) Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, anggaran
dasar, atau keputusan RUPS.
(3) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar Perseroan.
Pasal 99
(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila:
a. terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang
bersangkutan; atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
(2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak mewakili
Perseroan adalah:
a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan;
b. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan
dengan Perseroan; atau
c. pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan
Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
Pasal 100
(1) Direksi Wajib:
a. membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan
b. risalah rapat Direksi;
c. membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan dokumen keuangan
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang Dokumen Perusahaan;
dan
d. memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan lainnya.
(2) Seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan Perseroan, dan dokumen Perseroan lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempat kedudukan Perseroan.
(3) Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang
saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan laporan tahunan, serta mendapatkan salinan risalah RUPS dan
salinan laporan tahunan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menutup kemungkinan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal menentukan lain.
Pasal 101
(1) Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota
Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk
selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.
(2) Anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian
Perseroan tersebut.
Pasal 102
(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
a. mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam
1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
- 27 -
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan
bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau jangka waktu
yang lebih lama sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan
atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai pelaksanaan
kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan anggaran dasarnya.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap
mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
(5) Ketentuan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi keputusan RUPS
untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 103
Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau
kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu
sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa.
Pasal 104
(1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada
Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi
ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
(2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat terjadi karena kesalahan atau
kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan
dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab
atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi
yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5
(lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung
jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi
Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.
Pasal 105
(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan
menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
(3) Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan keputusan di luar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91, anggota Direksi yang bersangkutan diberi tahu terlebih dahulu
tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum
diambil keputusan pemberhentian.
(4) Pemberian kesempatan untuk membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
diperlukan dalam hal yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut.
(5) Pemberhentian anggota Direksi berlaku sejak:
a. ditutupnya RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b. tanggal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
c. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1); atau
- 28 -
d. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 106
(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan
menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis
kepada anggota Direksi yang bersangkutan.
(3) Anggota Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berwenang melakukan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 98
ayat (1).
(4) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian
sementara harus diselenggarakanRUPS.
(5) Dalam RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri.
(6) RUPS mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut.
(7) Dalam hal RUPS menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota Direksi yang
bersangkutan diberhentikan untuk seterusnya.
(8) Dalam hal jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat RUPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) tidak diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil keputusan, pemberhentian
sementara tersebut menjadi batal.
(9) Bagi Perseroan Terbuka penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
ayat (8) berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 107
Dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai:
a. tata cara pengunduran diri anggota Direksi;
b. tata cara pengisian jabatan anggota Direksi yang lowong; dan
c. pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh
anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.
Bagian Kedua
DewanKomisaris
Pasal 108
(1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan
pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat
kepada Direksi.
(2) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih.
(4) Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan
setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan
berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.
(5) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana
masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau
Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris.
Pasal 109
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai
Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
(2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli
syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
(3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat
dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip
syariah.
- 29 -
Pasal 110
(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseoranga n yang
cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum
pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau
yang berkaitan dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan
instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan
surat yang disimpan oleh Perseroan.
Pasal 111
(1) Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam
akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat
kembali.
(4) Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur tentang pencalonan anggota Dewan Komisaris.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan
Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian
mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris,
Direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar
Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri
menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan Komisaris selanjutnya
yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi.
Pasal 112
(1) Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2) batal karena hukum sejak saat anggota
Dewan Komisaris lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, Direksi harus
mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam
surat kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dala m daftar Perseroan.
(3) Perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk dan atas nama Dewan Komisaris sebelum pengangkatannya
batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab anggota
Dewan Komisaris yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 114 dan Pasal 115.
Pasal 113
Ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris
ditetapkan oleh RUPS.
- 30 -
Pasal 114
(1) Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 108 ayat (1).
(2) Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung
jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian
Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih,
tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi
setiap anggota Dewan Komisaris.
(5) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan
Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan
ke pengadilan negeri.
Pasal 115
(1) Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam
melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan
Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan
tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab
dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi anggota Dewan
Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan.
(3) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan
d. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Pasal 116
Dewan Komisaris wajib:
a. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
b. melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada
Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan
c. memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang
baru lampau kepada RUPS.
Pasal 117
(1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris
untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan
hukum tertentu.
- 31 -
(2) Dalam hal anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris,
perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum
tersebut beritikad baik.
Pasal 118
(1) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan
tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(2) Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan
tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku semua ketentuan
mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.
Pasal 119
Ketentuan mengenai pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105
mutatis mutandis berlaku bagi pemberhentian anggota Dewan Komisaris.
Pasal 120
(1) Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih Komisaris
Independen dan 1 (satu) orang Komisaris Utusan.
(2) Komisaris independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat berdasarkan keputusan
RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya.
(3) Komisaris utusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan anggota Dewan
Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.
(4) Tugas dan wewenang Komisaris utusan ditetapkan dalam anggaran dasar Perseroan dengan
ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang Dewan Komisaris dan tidak
mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan Direksi.
Pasal 121
(1) Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Dewan
Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota
Dewan Komisaris.
(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.
BAB VIII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN,
DAN PEMISAHAN
Pasal 122
(1) Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan yang menggabungkan atau
meleburkan diri berakhir karena hukum.
(2) Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi
terlebih dahulu.
(3) Dalam hal berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
a. aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena
hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;
b. pemegang saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum
menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil
Peleburan; dan
c. Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung
sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.
Pasal 123
(1) Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima Penggabungan menyusun
rancangan Penggabungan.
(2) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurangkurangnya:
- 32 -
a. nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan
persyaratan Penggabungan;
c. tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap
saham Perseroan yang menerima Penggabungan;
d. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila
ada;
e. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3
(tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
f. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
g. neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan
karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;
i. cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap
pihak ketiga.
j. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan
Perseroan;
k. nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi
anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
l. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
m. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan;
n. kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang
terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan
o. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang
mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
(3) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah mendapat
persetujuan Dewan Komisaris dari setiap Perseroan diajukan kepada RUPS masingmasing
untuk mendapat persetujuan.
(3) Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan selain berlaku ketentuan dalam
undang-undang ini, perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi
Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
Pasal 124
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 mutatis mutandis berlaku bagi Perseroan
yang akan meleburkan diri.
Pasal 125
(1) Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan
dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari
pemegang saham.
(2) Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.
(3) Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilalihan saham yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut.
(4) Dalam hal Pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi
sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS
yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
(5) Dalam hal Pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak yang akan mengambil alih
menyampaikan maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan
yang akan diambil alih.
- 33 -
(6) Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih dengan
persetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun rancangan Pengambilalihan yang
memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan
yang akan diambil alih;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi
Perseroan yang akan diambil alih;
c. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun
buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil
alih;
d. tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap
saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e. jumlah saham yang akan diambil alih;
f. kesiapan pendanaan;
g. neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah
Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia;
h. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
i. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan
karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih;
j. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian
kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
k. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.
(7) Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) tidak berlaku.
(8) Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib memperhatikan
ketentuan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham
dan perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.
Pasal 126
(1) Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib
memperhatikan kepentingan:
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
(2) Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
boleh menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.
(3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan proses
pelaksanaan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisaha n.
Pasal 127
(1) Keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sah
apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(2) Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat
kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga pemberitahuan bahwa pihak
yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman
sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
(4) Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka waktu paling lambat
14 (empat belas) hari setelah pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengenai
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sesuai dengan rancangan
tersebut.
- 34 -
(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kreditor tidak mengajukan
keberatan, kreditor dianggap menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan.
(6) Dalam hal keberatan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan tanggal
diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut harus
disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian.
(7) Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tercapai, Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilaksanakan.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7)
mutatis mutandis berlaku bagi pengumuman dalam rangka Pengambilalihan saham yang
dilakukan langsung dari pemegang saham dalam Perseroan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 125.
Pasal 128
(1) Rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang telah disetujui
RUPS dituangkan ke dalam akta Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia.
(2) Akta pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib
dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.
(3) Akta peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pembuatan akta
pendirian Perseroan hasil Peleburan.
Pasal 129
(1) Salinan akta Penggabungan Perseroan dilampirkan pada:
a. pengajuan permohonan untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1); atau
b. penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam hal Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan akta
Penggabungan harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
Pasal 130
Salinan akta Peleburan dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan keputusan
menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan hasil Peleburan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4).
Pasal 131
(1) Salinan akta Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian
pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dari pemegang saham, salinan
akta pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan
kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham.
Pasal 132
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 berlaku juga bagi Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
Pasal 133
(1) Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan atau Direksi Perseroan hasil Peleburan
wajib mengumumkan hasil Penggabungan atau Peleburan dalam 1 (satu) surat kabar atau
lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
berlakunya Penggabungan atau Peleburan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap Direksi dari Perseroan
yang sahamnya diambil alih.
- 35 -
Pasal 134
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Perseroan
diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 135
(1) Pemisahan dapat dilakukan dengan cara:
a. Pemisahan murni; atau
b. Pemisahan tidak murni.
(2) Pemisahan murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan seluruh aktiva
dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang
menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan pemisahan usaha tersebut berakhir
karena hukum.
(3) Pemisahan tidak murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan
sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain
atau lebih yang menerima peralihan, dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut tetap
ada.
Pasal 136
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 137
Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.
BAB IX
PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN
Pasal 138
(1) Pemeriksaan terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau
keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa:
a. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau
pihak ketiga; atau
b. anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang
merugikan Perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan
permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Perseroan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh:
a. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;
b. pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar Perseroan
atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan
pemeriksaan; atau
c. kejaksaan untuk kepentingan umum.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diajukan setelah pemohon terlebih
dahulu meminta data atau keterangan kepada Perseroan dalam RUPS dan Perseroan tidak
memberikan data atau keterangan tersebut.
(5) Permohonan untuk mendapatkan data atau keterangan tentang Perseroan atau permohonan
pemeriksaan untuk mendapatkan data atau keterangan tersebut harus didasarkan atas alasan
yang wajar dan itikad baik.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) huruf a, dan ayat (4) tidak menutup
kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal menentukan lain.
Pasal 139
(1) Ketua pengadilan negeri dapat menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 138.
- 36 -
(2) Ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menolak permohonan apabila
permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar dan/atau tidak dilakukan
dengan itikad baik.
(3) Dalam hal permohonan dikabulkan, ketua pengadilan negeri mengeluarkan penetapan
pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan
pemeriksaan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan yang diperlukan.
(4) Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, karyawan Perseroan, konsultan, dan
akuntan publik yang telah ditunjuk oleh Perseroan tidak dapat diangkat sebagai ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan
Perseroan yang dianggap perlu oleh ahli tersebut untuk diketahui.
(6) Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan semua karyawan Perseroan wajib
memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
(7) Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib merahasiakan hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan.
Pasal 140
(1) Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139
kepada ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam
penetapan pengadilan untuk pemeriksaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung
sejak tanggal pengangkatan ahli tersebut.
(2) Ketua pengadilan negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan kepada pemohon
dan Perseroan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal laporan hasil pemeriksaan diterima.
Pasal 141
(1) Dalam hal permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, ketua pengadilan negeri
menentukan jumlah maksimum biaya pemeriksaan.
(2) Biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Perseroan.
(3) Ketua pengadilan negeri atas permohonan Perseroan dapat membebankan penggantian
seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
pemohon, anggota Direksi, dan/atau anggota Dewan Komisaris.
BAB X
PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN
BERAKHIRNYA STATUS BADAN HUKUM PERSEROAN
Pasal 142
(1) Pembubaran Perseroan terjadi:
a. berdasarkan keputusan RUPS;
b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
c. berdasarkan penetapan pengadilan;
d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar
biaya kepailitan;
e. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan
insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f. karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan
likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator; dan
b. Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk
membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi.
(3) Dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang
ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan
- 37 -
berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi
bertindak selaku likuidator.
(4) Dalam hal pembubaran Perseroan terjadi dengan dicabutnya kepailitan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, pengadilan niaga sekaligus memutuskan pemberhentian
kurator dengan memperhatikan ketentuan dalam undang-undang tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilanggar, anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan Perseroan bertanggung jawab secara tanggung
renteng.
(6) Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang,
kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi mutatis mutandis berlaku bagi
likuidator.
Pasal 143
(1) Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum
sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS
atau pengadilan.
(2) Sejak saat pembubaran pada setiap surat keluar Perseroan dicantumkan kata “dalam
likuidasi” di belakang nama Perseroan.
Pasal 144
(1) Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling
sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat
mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS.
(2) Keputusan RUPS tentang pembubaran Perseroan sah apabila diambil sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(3) Pembubaran Perseroan dimulai sejak saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.
Pasal 145
(1) Pembubaran Perseroan terjadi karena hukum apabila jangka waktu berdirinya Perseroan yang
ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya
Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator.
(3) Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama Perseroan setelah jangka
waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
Pasal 146
(1) Pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas:
a. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau
Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;
b. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam
akta pendirian;
c. permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan
Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
(2) Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.
Pasal 147
(1) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran
Perseroan, likuidator wajib memberitahukan:
a. kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan
pembubaran Perseroan dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
b. pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa
Perseroan dalam likuidasi.
(2) Pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat:
a. pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya;
b. nama dan alamat likuidator;
- 38 -
c. tata cara pengajuan tagihan; dan
d. jangka waktu pengajuan tagihan.
(3) Jangka waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah 60
(enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pemberitahuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib
dilengkapi dengan bukti:
a. dasar hukum pembubaran Perseroan; dan
b. pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a.
Pasal 148
(1) Dalam hal pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
147 belum dilakukan, pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
(2) Dalam hal likuidator lalai melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita pihak ketiga.
Pasal 149
(1) Kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses
likuidasi meliputi pelaksanaan:
a. pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan;
b. pengumuman dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana
pembagian kekayaan hasil likuidasi;
c. pembayaran kepada para kreditor;
d. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan
e. tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
(2) Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan
Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan, kecuali peraturan
perundang-undangan menentukan lain, dan semua kreditor yang diketahui identitas dan
alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan.
(3) Kreditor dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dalam
jangka waktu paling lambat 60 (enam) puluh hari terhitung sejak tanggal pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(4) Dalam hal pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak oleh likuidator,
kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat
60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
Pasal 150
(1) Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 147 ayat (3), dan kemudian ditolak oleh likuidator dapat mengajukan gugatan ke
pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak
tanggal penolakan.
(2) Kreditor yang belum mengajukan tagihannya dapat mengajukan melalui pengadilan negeri
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran Perseroan diumumkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1).
(3) Tagihan yang diajukan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam
hal terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi pemegang saham.
(4) Dalam hal sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada pemegang saham dan
terdapat tagihan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadilan negeri
memerintahkan likuidator untuk menarik kembali sisa kekayaan hasil likuidasi yang telah
dibagikan kepada pemegang saham.
(5) Pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) secara proporsional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah tagihan.
- 39 -
Pasal 151
(1) Dalam hal likuidator tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 149, atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan,
ketua pengadilan negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator
lama.
(2) Pemberhentian likuidator sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah yang
bersangkutan dipanggil untuk didengar keterangannya.
Pasal 152
(1) Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas
likuidasi Perseroan yang dilakukan.
(2) Kurator bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi Perseroan yang dilakukan.
(3) Likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir proses
likuidasi dalam surat kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada
likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggungjawaban likuidator yang
ditunjuknya.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku juga bagi kurator yang
pertanggungjawabannya telah diterima oleh hakim pengawas.
(5) Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama
Perseroan dari daftar Perseroan, setelah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4) dipenuhi.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku juga bagi berakhirnya status badan
hukum Perseroan karena Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan.
(7) Pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim
pengawas.
(8) Menteri mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
BAB XI
BIAYA
Pasal 153
Ketentuan mengenai biaya untuk:
a. memperoleh persetujuan pemakaian nama Perseroan;
b. memperoleh keputusan pengesahan badan hukum Perseroan;
c. memperoleh keputusan persetujuan perubahan anggaran dasar;
d. memperoleh informasi tentang data Perseroan dalam daftar Perseroan;
e. pengumuman yang diwajibkan dalam undang-undang ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; dan
f. memperoleh salinan keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan atau
persetujuan perubahan anggaran dasar Perseroan diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 154
(1) Bagi Perseroan Terbuka berlaku ketentuan undang-undang ini jika tidak diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang mengecualikan ketentuan
undang-undang ini tidak boleh bertentangan dengan asas hukum Perseroan dalam undangundang
ini.
- 40 -
Pasal 155
Ketentuan mengenai tanggung jawab Direksi dan/atau Dewan Komisaris atas kesalahan dan
kelalaiannya yang diatur dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur
dalam undang-undang tentang Hukum Pidana.
Pasal 156
(1) Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan undang-undang ini dibentuk tim ahli
pemantauan hukum Perseroan.
(2) Keanggotaan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:
a. pemerintah;
b. pakar/akademisi;
c. profesi; dan
d. dunia usaha.
(3) Tim ahli berwenang mengkaji akta pendirian dan perubahan anggaran dasar yang diperoleh
atas inisiatif sendiri dari tim atau atas permintaan pihak yang berkepentingan, serta
memberikan pendapat atas hasil kajian tersebut kepada Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja tim ahli
diatur dengan peraturan menteri.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 157
(1) Anggaran dasar dari Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum dan perubahan
anggaran dasar yang telah disetujui atau dilaporkan kepada Menteri dan didaftarkan dalam
daftar perusahaan sebelum undang- undang ini berlaku tetap berlaku jika tidak bertentangan
dengan undang- undang ini.
(2) Anggaran dasar dari Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau anggaran
dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat undangundang
ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan undang-undang ini.
(3) Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan perundangundangan,
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya undang-undang ini wajib
menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan undang-undang ini.
(4) Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan negeri atas
permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
Pasal 158
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun harus menyesuaikan
dengan ketentuan undang-undang ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 159
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan undang- undang ini.
Pasal 160
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
- 41 -
Pasal 161
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Agustus 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANGYUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Agustus 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 106
- 42 -
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG
PERSEROAN TERBATAS
I. UMUM
Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan pembangunan perkonomian nasional perlu didukung oleh suatu undang-undang
yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin iklim dunia usaha yang
kondusif.
Selama ini perseroan terbatas telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal
dari zaman kolonial. Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam undang-undang
tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat
karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah
berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Di samping itu, meningkatnya
tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan
pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik
(good corporate governance) menuntut penyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas.
Dalam undang-undang ini telah diakomodasi berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik
berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, maupun mempertahankan
ketentuan lama yang dinilai masih relevan. Untuk lebih memperjelas hakikat Perseroan, di
dalam undang-undang ini ditegaskan bahwa Perseroan adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat,
undang-undang ini mengatur tata cara:
1. pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum;
2. pengajuan permohonan dan pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar;
3. penyampaian pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar
dan/atau pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data lainnya,
yang dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara
elektronik di samping tetap dimungkinkan menggunakan sistem manual dalam keadaan
tertentu.
Berkenaan dengan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan, ditegaskan bahwa
permohonan tersebut merupakan wewenang pendiri bersama-sama yang dapat dilaksanakan
sendiri atau dikuasakan kepada notaris.Akta pendirian Perseroan yang telah disahkan dan
akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui dan/atau diberitahukan kepada Menteri
dicatat dalam daftar Perseroan dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia dilakukan oleh Menteri. Dalam hal pemberian status badan hukum, persetujuan
dan/atau penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar, dan perubahan data lainnya,
undang-undang ini tidak dikaitkan dengan undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Untuk lebih memperjelas dan mempertegas ketentuan yang menyangkut Organ Perseroan,
dalam undang-undang ini dilakukan perubahan atas ketentuan yang menyangkut
penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi. Dengan demikian, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui
media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik
lainnya.
- 43 -
Undang-undang ini juga memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi
dan Dewan Komisaris. Undang-undang ini mengatur mengenai komisaris independen dan
komisaris utusan.
Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, undang-undang
ini mewajibkan Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
selain mempunyai Dewan Komisaris juga mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Tugas
Dewan Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta
mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Dalam undang-undang ini ketentuan mengenai struktur modal Perseroan tetap sama, yaitu
terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Namun, modal dasar
Perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah),
sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus penuh. Mengenai
pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan pada prinsipnya tetap dapat
dilakukan dengan syarat batas waktu Perseroan menguasai saham yang telah dibeli kembali
paling lama 3 (tiga) tahun. Khusus tentang penggunaan laba, Undang-Undang ini
menegaskan bahwa Perseroan dapat membagi laba dan menyisihkan cadangan wajib apabila
Perseroan mempunyai saldo laba positif.
Dalam undang-undang ini diatur mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang
bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas setempat,
dan masyarakat pada umumnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya
hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan
budaya masyarakat setempat, maka ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya di
bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan. Untuk melaksanakan kewajiban Perseroan tersebut, kegiatan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan Perseroan. Dalam hal Perseroan tidak
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan maka Perseroan yang bersangkutan
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang ini mempertegas ketentuan mengenai pembubaran, likuidasi, dan
berakhirnya status badan hukum Perseroan dengan memperhatikan ketentuan dalam undangundang
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan undang-undang ini dibentuk tim ahli
pemantauan hukum perseroan yang tugasnya memberikan masukan kepada Menteri
berkenaan dengan Perseroan. Untuk menjamin kredibilitas tim ahli, keanggotaan tim ahli
tersebut terdiri atas berbagai unsur baik dari pemerintah, pakar/akademisi, profesi, dan dunia
usaha.
Dengan pengaturan yang komprehensif yang melingkupi berbagai aspek Perseroan, maka
undang-undang ini diharapkan memenuhi kebutuhan hukum masyarakat serta lebih
memberikan kepastian hukum, khususnya kepada dunia usaha.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini mempertegas ciri Perseroan bahwa pemegang saham hanya
bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi
harta kekayaan pribadinya.
Ayat (2)
Dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas
tersebut apabila terbukti terjadi hal-hal yang disebutkan dalam ayat ini.
Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya
kemungkinan hapus apabila terbukti, antara lain terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi
- 44 -
pemegang saham dan harta kekayaan Perseroan sehingga Perseroan didirikan semata-mata
sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf d.
Pasal 4
Berlakunya undang-undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lain, tidak mengurangi kewajiban setiap Perseroan untuk menaati asas
itikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan, dan prinsip tata kelola Perseroan yang baik
(good corporate governance) dalam menjalankan Perseroan.
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya” adalah semua
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keberadaan dan jalannya Perseroan,
termasuk peraturan pelaksanaannya, antara lain peraturan perbankan, peraturan
perasuransian, peraturan lembaga keuangan.
Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran dasar dan undang-undang ini yang berlaku
adalah undang-undang ini.
Pasal 5
Tempat kedudukan Perseroan sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan. Perseroan wajib
mempunyai alamat sesuai dengan tempat kedudukannya yang harus disebutkan, antara lain
dalam surat- menyurat dan melalui alamat tersebut Perseroan dapat dihubungi.
Pasal 6
Apabila Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas, lamanya jangka waktu tersebut
harus disebutkan secara tegas, misalnya untuk waktu 10 (sepuluh) tahun, 20 (dua puluh)
tahun, 35 (tiga puluh lima) tahun, dan seterusnya. Demikian juga apabila Perseroan didirikan
untuk jangka waktu tidak terbatas harus disebutkan secara tegas dalam anggaran dasar.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia
maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Ketentuan dalam ayat ini menegaskan
prinsip yang berlaku berdasarkan undang-undang ini bahwa pada dasarnya sebagai badan
hukum, Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu)
orang pemegang saham.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal Peleburan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan yang meleburkan diri masuk
menjadi modal Perseroan hasil Peleburan dan pendiri tidak mengambil bagian saham
sehingga pendiri dari Perseroan hasil Peleburan adalah Perseroan yang meleburkan diri dan
nama pemegang saham dari Perseroan hasil Peleburan adalah nama pemegang saham dari
Perseroan yang meleburkan diri.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Perikatan dan kerugian Perseroan yang menjadi tanggung jawab pribadi pemegang saham
adalah perikatan dan kerugian yang terjadi setelah lewat waktu 6 (enam) bulan tersebut.
Yang dimaksud dengan “pihak yang berkepentingan” adalah kejaksaan untuk kepentingan
umum, pemegang saham, Direksi, Dewan Komisaris, karyawan Perseroan, kreditor, dan/atau
pemangku kepentingan (stake holder) lainnya.
Ayat (7)
Karena status dan karakteristik yang khusus, persyaratan jumlah pendiri bagi Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat ini diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “persero” adalah badan usaha milik negara yang berbentuk Perseroan
yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur dalam undang-undang tentang badan usaha
milik negara.
Huruf b
Cukup jelas.
- 45 -
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam mendirikan Perseroan diperlukan kejelasan mengenai kewarganegaraan pendiri. Pada
dasarnya badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan didirikan oleh warga negara
Indonesia atau badan hukum Indonesia. Namun, kepada warga negara asing atau badan
hukum asing diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang
berbentuk Perseroan sepanjang undang-undang yang mengatur bidang usaha Perseroan
tersebut memungkinkan, atau pendirian Perseroan tersebut diatur dengan undang-undang
tersendiri.Dalam hal pendiri adalah badan hukum asing, nomor dan tanggal pengesahan
badan hukum pendiri adalah dokumen yang sejenis dengan itu, antara lain certificate of
incorporation. Dalam hal pendiri adalah badan hukum negara atau daerah, diperlukan
peraturan pemerintah tentang penyertaan dalam Perseroan atau peraturan daerah tentang
penyertaan daerah dalam Perseroan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “mengambil bagian saham” adalah jumlah saham yang diambil oleh
pemegang saham pada saat pendirian Perseroan.
Apabila ada penyetoran yang melebihi nilai nominal sehingga menimbulkan selisih antara
nilai yang sebenarnya dibayar dengan nilai nominal, selisih tersebut dicatat dalam laporan
keuangan sebagai agio.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum” adalah
jenis pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam proses pengesahan badan hukum
Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “langsung” dalam ketentuan ini adalah pada saat yang bersamaan
dengan saat pengajuan permohonan diterima.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “tanda tangan secara elektronik” adalah tanda tangan yang
dilekatkan atau disertakan pada data elektronik oleh pejabat yang berwenang yang
membuktikan keotentikan data yang berupa gambar elektronik dari tanda tangan pejabat
yang berwenang tersebut yang dibuat melalui media komputer.
Ayat (7)
Lihat penjelasan ayat (3).
Ayat (8)
- 46 -
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak dikenakan biaya tambahan.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini “perbuatan hukum” yang dimaksud, antara lain perbuatan hukum yang
dilakukan oleh calon pendiri dengan pihak lain yang akan diperhitungkan dengan
kepemilikan dan penyetoran saham calon pendiri dalam Perseroan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dilekatkan” adalah penyatuan dokumen yang dilakukan dengan
cara melekatkan atau menjahitkan dokumen tersebut sebagai satu kesatuan dengan akta
pendirian.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur tata cara yang harus ditempuh untuk mengalihkan kepada Perseroan
hak dan/atau kewajiban yang timbul dari perbuatan calon pendiri yang dibuat sebelum
Perseroan didirikan melalui penerimaan secara tegas atau pengambilalihan hak dan
kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perbuatan hukum atas nama Perseroan” adalah perbuatan hukum,
baik yang menyebutkan Perseroan sebagai pihak dalam perbuatan hukum maupun
menyebutkan Perseroan sebagai pihak yang berkepentingan dalam perbuatan hukum.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa anggota Direksi tidak dapat melakukan
perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, tanpa
persetujuan semua pendiri, anggota Direksi lainnya dan anggota Dewan Komisaris.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat
Perseroan” adalah tanggung jawab pendiri yang melakukan perbuatan tersebut secara pribadi
dan Perseroan tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan pendiri
tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “dihadiri” adalah dihadiri sendiri ataupun diwakilkan berdasarkan
surat kuasa.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 15
- 47 -
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “tata cara pengangkatan” adalah termasuk prosedur pemilihan, antara
lain pemilihan secara lisan atau dengan surat tertutup dan pemilihan calon secara
perseorangan atau paket.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal tidak ada tulisan singkatan “Tbk”, berarti Perseroan itu berstatus tertutup.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan Perseroan mempunyai tempat
kedudukan di desa atau di kecamatan sepanjang anggaran dasar mencantumkan nama kota
atau kabupaten dari desa dan kecamatan tersebut. Contoh: PT A bertempat kedudukan di
desa Bojongsari, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18
Maksud dan tujuan me rupakan usaha pokok Perseroan.
Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai
maksud dan tujuannya, yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian
tersebut tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
- 48 -
Persetujuan kurator dilaksanakan sebelum pengambilan keputusan perubahan anggaran
dasar. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya penolakan oleh
kurator sehingga berakibat keputusan perubahan anggaran dasar menjadi batal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Perubahan anggaran dasar dari status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka
atau sebaliknya meliputi perubahan seluruh ketentuan anggaran dasar sehingga persetujuan
menteri diberikan atas perubahan seluruh anggaran dasar tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “harus dinyatakan dengan akta notaris” adalah harus dalam bentuk
akta pernyataan keputusan rapat atau akta perubahan anggaran dasar.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Dalam hal permohonan tetap diajukan, Menteri wajib menolak permohonan atau
pemberitahuan tersebut.
Pasal 22
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (7).
Contoh:
Perseroan didirikan untuk 50 (lima puluh) tahun dan akan berakhir pada tanggal 15
November 2007 sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) apabila
jangka waktu berdirinya Perseroan akan diperpanjang, permohonan persetujuan perubahan
anggaran dasar mengenai perpanjangan jangka waktu tersebut harus sudah diajukan kepada
Menteri paling lambat tanggal 15 September 2007.
Dalam hal RUPS telah mengambil keputusan untuk memperpanjang jangka waktu tersebut
pada tanggal 1 Agustus 2007 dan telah dinyatakan dalam akta Notaris pada tanggal 7
Agustus 2007, pengajua n permohonan kepada Menteri harus diajukan paling lambat 7
September 2007.
Dalam hal RUPS untuk perpanjangan jangka waktu tersebut diadakan pada tanggal 20
Agustus 2007, perpanjangan jangka waktu tersebut harus dinyatakan dalam akta Notaris dan
- 49 -
diajukan permohonannya kepada Menteri paling lambat pada tanggal 15 September 2007
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “undang-undang ini menentukan lain” adalah, antara lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 undang-undang ini yang mengatur
adanya persyaratan yang harus dipenuhi sebelum berlakunya keputusan menteri atau adanya
tanggal kemudian yang ditetapkan dalam keputusan menteri, yang memuat syarat tunda yang
harus dipenuhi lebih dahulu atau tanggal kemudian.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tanggal kemudian yang ditetapkan” adalah tanggal setelah tanggal
persetujuan Menteri.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan atau
akta Pengambilalihan” adalah tanggal yang telah disepakati oleh para pihak dan merupakan
tanggal setelah tanggal penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar oleh Menteri.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “perubahan data Perseroan” adalah antara lain data tentang
pemindahan hak atas saham, penggantian anggota Direksi dan Dewan Komisaris,
pembubaran Perseroan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
- 50 -
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha tertentu”, antara lain usaha perbankan, asuransi, atau
freight forwarding.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan keadaan perekonomian.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “bukti penyetoran yang sah”, antara lain bukti setoran pemegang
saham ke dalam rekening bank atas nama Perseroan, data dari laporan keuangan yang telah
diaudit oleh akuntan, atau neraca Perseroan yang ditandatangani oleh Direksi dan Dewan
Komisaris.
Ayat (3)
Ketentuan ini menegaskan bahwa tidak dimungkinkan penyetoran atas saham dengan cara
mengangsur.
Pasal 34
Ayat (1)
Pada umumnya penyetoran saham adalah dalam bentuk uang. Namun, tidak ditutup
kemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun
benda tidak berwujud, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata telah diterima
oleh Perseroan.Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yang
menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain
yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut.
Ayat (2)
Nilai wajar setoran modal saham ditentukan sesuai dengan nilai pasar. Jika nilai pasar tidak
tersedia, nilai wajar dit entukan berdasarkan teknik penilaian yang paling sesuai dengan
karakteristik setoran, berdasarkan informasi yang relevan dan terbaik.
Yang dimaksud dengan “ahli yang tidak terafiliasi” adalah ahli yang tidak mempunyai:
a. hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat kedua, baik secara
horizontal maupun vertikal dengan pegawai, anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau
pemegang saham dari Perseroan;
b. hubungan dengan Perseroan karena adanya kesamaan satu atau lebih anggota Direksi
atau Dewan Komisaris;
c. hubungan pengendalian dengan Perseroan baik langsung maupun tidak langsung;
dan/atau
d. saham dalam Perseroan sebesar 20% (dua puluh persen) atau lebih.
Ayat (3)
Maksud diumumkannya penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak dalam Surat
Kabar, adalah agar diketahui umum dan memberikan kesempatan kepada pihak yang
berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda tersebut sebagai
setoran modal saham, misalnya ternyata diketahui benda tersebut bukan milik penyetor.
Pasal 35
Ayat (1)
Diperlukannya persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk
menegaskan bahwa hanya dengan persetujuan RUPS dapat dilakukan kompensasi karena
dengan disetujuinya kompensasi, hak didahulukan pemegang saham lainnya untuk
mengambil saham baru dengan sendirinya dilepaskan.
Ayat (2)
Berdasarkan ketentuan pada ayat ini, bunga dan denda yang terutang sekalipun telah jatuh
waktu dan harus dibayar karena secara nyata tidak diterima oleh Perseroan, tidak dapat
dikompensasikan sebagai setoran saham.
Huruf a
Cukup jelas.
- 51 -
Huruf b
Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pihak yang menjadi penanggung atau penjamin
utang Perseroan telah membayar lunas utang Perseroan sehingga mempunyai hak tagih
terhadap Perseroan.
Huruf c
Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah kewajiban pembayaran utang oleh Perseroan
dalam kedudukannya sebagai penanggung atau penjamin menjadi hapus hak tagih kreditor
dikompensasi dengan setoran saham yang dikeluarkan oleh Perseroan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Pada prinsipnya, pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal, maka
kewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Demi kepastian,
Pasal ini menentukan bahwa Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham untuk dimiliki
sendiri.
Larangan tersebut termasuk juga larangan kepemilikan silang (cross holding) yang terjadi
apabila Perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan lain yang memiliki
saham Perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengertian kepemilikan silang secara langsung adalah apabila Perseroan pertama memiliki
saham pada Perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan pada satu “Perseroan antara” atau
lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama. Pengertian
kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan Perseroan pertama atas saham
pada Perseroan kedua melalui kepemilikan pada satu “Perseroan antara” atau lebih dan
sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama.
Ayat (2)
Kepemilikan saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh Perseroan sendiri atau
pemilikan saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika pemilikan saham tersebut
diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat oleh karena dalam
hal ini tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan setoran dana dari pihak lain sehingga
tidak melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “perusahaan efek” adalah sebagaimana dimaksud dalam undangundang
tentang Pasar Modal.
Pasal 37
Ayat (1)
Pembelian kembali saham Perseroan tidak menyebabkan pengurangan modal, kecuali apabila
saham tersebut ditarik kembali.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kekayaan bersih” adalah seluruh harta kekayaan Perseroan
dikurangi seluruh kewajiban Perseroan sesuai dengan laporan keuangan terbaru yang
disahkan oleh RUPS dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan jangka waktu 3 (tiga) tahun pada ayat ini dimaksudkan agar Perseroan dapat
menentukan apakah saham tersebut akan dijual atau ditarik kembali dengan cara
pengurangan modal.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
- 52 -
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan” adalah penentuan tentang saat, cara pembelian
kembali saham, dan jumlah saham yang akan dibeli kembali, tetapi tidak termasuk hal-hal
yang menjadi tugas Direksi dalam pembelian kembali saham, seperti melakukan
pembayaran, menyimpan surat saham, dan mencatatkan dalam daftar pemegang saham.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “modal Perseroan“ adalah modal dasar, modal ditempatkan, dan
modal disetor.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan” pada ayat ini adalah penentuan saat, cara, dan jumlah
penambahan modal yang tidak melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan oleh RUPS,
tetapi tidak termasuk hal-hal yang menjadi tugas Direksi dalam penambahan modal, seperti
menerima setoran saham dan mencatatnya dalam daftar pemegang saham.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “jumlah saham dengan hak suara” adalah jumlah seluruh saham
dengan hak suara yang telah dikeluarkan oleh Perseroan.
Yang dimaksud dengan “kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar” adalah
kuorum yang ditetapkan dalam anggaran dasar lebih tinggi daripada kuorum yang ditentukan
pada ayat ini.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “saham yang ditujukan kepada karyawan Perseroan”, antara lain
saham yang dikeluarkan dalam rangka ESOP (employee stocks option program) Perseroan
dengan segenap hak dan kewajiban yang melekat padanya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “reorganisasi dan/atau restrukturisasi”, antara lain Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, kompensasi piutang, atau Pemisahan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “jangka waktu 14 (empat belas) hari” termasuk batas waktu bagi
pemegang saham untuk mengambil bagian dari pemegang saham lain yang tidak
menggunakan haknya.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pengurangan modal” adalah pengurangan modal dasar, modal
ditempatkan, dan modal disetor. Pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor dapat
- 53 -
terjadi dengan cara menarik kembali saham yang telah dikeluarkan untuk dihapus atau
dengan cara menurunkan nilai nominal saham.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
“Penarikan kembali saham” berarti saham tersebut ditarik dari peredaran dalam rangka
pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penarikan kembali saham” adalah penarikan kembali saham yang
mengakibatkan penghapusan saham tersebut dari peredaran.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan
saham atas nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi yang berwenang” adalah instansi yang berdasarkan undangundang
berwenang mengawasi Perseroan yang melakukan kegiatan usahanya di bidang
tertentu, misalnya Bank Indonesia berwenang mengawasi Perseroan di bidang perbankan,
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral berwenang mengawasi Perseroan di bidang energi
dan pertambangan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham”, misalnya
hak untuk dicatat dalam daftar pemegang saham, hak untuk menghadiri dan mengeluarkan
suara dalam RUPS, atau hak untuk menerima dividen yang dibagikan.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “jumlah yang disetor” adalah paling sedikit sama dengan jumlah
nilai nominal saham.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “daftar khusus” adalah salah satu sumber informasi mengenai
besarnya kepemilikan dan kepentingan anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan
pada Perseroan yang bersangkutan atau Perseroan lain sehingga pertentangan kepentingan
yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin.
Yang dimaksud dengan “keluarganya” adalah istri atau suami dan anak-anaknya.
Ayat (3)
- 54 -
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan ”tidak mengatur lain“ adalah bukan berarti tidak diadakan kewajiban
untuk menyusun daftar pemegang saham dan daftar khusus bagi Perseroan Terbuka, tetapi
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dapat menentukan kriteria data yang
harus dimasukkan dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus.
Pasal 51
Pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan
kebutuhan.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Berdasarkan ketentuan ini, para pemegang saham tidak diperkenankan membagi-bagi hak
atas 1 (satu) saham menurut kehendaknya sendiri.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “klasifikasi saham” adalah pengelompokan saham berdasarkan
karakteristik yang sama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan“saham biasa“ adalah saham yang mempunyai hak suara untuk
mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan
Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa
kekayaan hasil likuidasi.
Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat dimiliki juga oleh pemegang
saham klasifikasi lain.
Ayat (4)
Bermacam-macam klasifikasi saham tidak selalu menunjukkan bahwa klasifikasi tersebut
masing- masing berdiri sendiri, terpisah satu sama lain, tetapi dapat merupakan gabungan dari
2 (dua) klasifikasi atau lebih.
Pasal 54
Ayat (1)
Pecahan saham hanya dimungkinkan apabila diatur dalam anggaran dasar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “akta”, baik berupa akta yang dibuat di hadapan notaris maupun akta
bawah tangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
- 55 -
Yang dimaksud dengan “memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada
Menteri” adalah termasuk juga perubahan susunan pemegang saham yang disebabkan karena
warisan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “peralihan hak karena hukum”, antara lain peralihan hak karena
kewarisan atau peralihan hak sebagai akibat Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “hanya berlaku 1 (satu) kali” adalah anggaran dasar Perseroan tidak
boleh menentukan menawarkan sahamnya lebih dari 1 (satu) kali sebelum menawarkan
kepada pihak ketiga.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada
pemiliknya. Hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat
mengetahui mengenai status saham tersebut.
Ayat (4)
Ketentuan ini menegaskan kembali asas hukum yang tidak memungkinkan penga lihan hak
suara terlepas dari kepemilikan atas saham. Sedangkan hak lain di luar hak suara dapat
diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara pemegang saham dan pemegang agunan.
Pasal 61
Ayat (1)
Gugatan yang diajukan pada dasarnya memuat permohonan agar Perseroan menghentikan
tindakan yang merugikan tersebut dan mengambil langkah tertentu baik untuk mengatasi
akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kekayaan bersih” adalah kekayaan bersih menurut neraca terbaru
yang disahkan dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
- 56 -
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan”
adalah peraturan perundang-undangan menentukan lain bahwa persetujuan atas rencana kerja
diberikan oleh RUPS, maka anggaran dasar tidak dapat menentukan rencana kerja disetujui
oleh Dewan Komisaris atau sebaliknya. Demikian juga, apabila peraturan perundangundangan
menentukan bahwa rencana kerja harus mendapat persetujuan dari Dewan
Komisaris atau RUPS, maka anggaran dasar tidak dapat menentukan bahwa rencana kerja
cukup disampaikan oleh Direksi kepada Dewan Komisaris atau RUPS.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “laporan kegiatan Perseroan” adalah termasuk laporan tentang hasil
atau kine rja Perseroan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “rincian masalah” adalah termasuk sengketa atau perkara yang
melibatkan Perseroan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “standar akuntansi keuangan“ adalah standar yang ditetapkan oleh
Organisasi Profesi Akuntan Indonesia yang diakui Pemerintah Republik Indonesia.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penandatanganan laporan tahunan” adalah bentuk
pertanggungjawaban anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dalam melaksanakan
tugasnya.
Dalam hal laporan keuangan Perseroan diwajibkan diaudit oleh akuntan publik, laporan
tahunan yang dimaksud adalah laporan tahunan yang memuat laporan keuangan yang telah
diaudit.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “alasan secara tertulis” adalah agar RUPS dapat menggunakannya
sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian terhadap laporan
tersebut.
Anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak memberikan alasan, antara lain
karena yang bersangkutan telah meninggal dunia, alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi
dalam surat tersendiri yang dilekatkan pada laporan tahunan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
- 57 -
Pasal 68
Ayat (1)
Kewajiban untuk menyerahkan laporan keuangan kepada akuntan publik untuk diaudit
timbul dari sifat Perseroan yang bersangkutan.
Kewajiban untuk menyerahkan laporan keuangan kepada pengawasan ekstern dibenarkan
dengan asumsi bahwa kepercayaan masyarakat tidak boleh dikecewakan. Demikian juga
halnya dengan Perseroan yang untuk pembiayaannya mengharapkan dana dari pasar modal.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha Perseroan yang menghimpun dan/atau mengelola
dana masyarakat“, antara lain bank, asuransi, reksa dana.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “surat pengakuan utang“, antara lain obligasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (7) huruf a.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Maksud pengumuman tersebut adalah dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan kepada
masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Laporan keuangan yang dihasilkan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari
aktiva, kewajiban, modal, dan hasil usaha dari Perseroan.
Direksi dan Dewan Komisaris mempunyai tanggung jawab penuh akan kebenaran isi laporan
keuangan Perseroan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “laba bersih” adalah keuntungan tahun berjalan setelah dikurangi
pajak.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “saldo laba yang positif” adalah laba bersih Perseroan dalam tahun
buku berjalan yang telah menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku
sebelumnya.
Ayat (3)
Perseroan membentuk cadangan wajib dan cadangan lainnya. Cadangan yang dimaksud pada
ayat (1) adalah cadangan wajib.
Cadangan wajib adalah jumlah tertentu yang wajib disisihkan oleh Perseroan setiap tahun
buku yang digunakan untuk menutup kemungkinan kerugian Perseroan pada masa yang akan
datang.
- 58 -
Cadangan wajib tidak harus selalu berbentuk uang tunai, tetapi dapat berbentuk aset lainnya
yang mudah dicairkan dan tidak dapat dibagikan sebagai dividen. Sedangkan yang dimaksud
dengan “cadangan lainnya” adalah cadangan di luar cadangan wajib yang dapat digunakan
untuk berbagai keperluan Perseroan, misalnya untuk perluasan usaha, untuk pembagian
dividen, untuk tujuan sosial, dan lain sebagainya.
Ketentuan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan
disetor dinilai sebagai jumlah yang layak untuk cadangan wajib.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Keputusan RUPS pada ayat ini harus memperhatikan kepentingan Perseroan dan kewajaran.
Berdasarkan keputusan RUPS tersebut dapat ditetapkan sebagian atau seluruh laba bersih
digunakan untuk pembagian dividen kepada pemegang saham, cadangan, dan/atau
pembagian lain seperti tansiem (tantieme) untuk anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta
bonus untuk karyawan.
Pemberian tansiem dan bonus yang dikaitkan dengan kinerja Perseroan telah dianggarkan
dan diperhitungkan sebagai biaya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”seluruh laba bersih” adalah seluruh jumlah laba bersih dari tahun
buku yang bersangkutan setelah dikurangi akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku
sebelumnya.
Ayat (3)
Dalam hal laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan belum seluruhnya menutup
akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya, Perseroan tidak dapat
membagikan dividen karena Perseroan masih mempunyai saldo laba bersih negatif.
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Contoh dividen interim yang harus dikembalikan adalah sebagai berikut.
Dividen interim yang telah dibagikan sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per saham.
Perseroan menderita kerugian dan tidak mempunyai saldo laba positif sehingga tidak ada
dividen yang dibagikan. Oleh karena itu, yang harus dikembalikan adalah Rp1.000,00 (seribu
rupiah) per saham.
Seandainya Perseroan menderita kerugian, tetapi Perseroan mempunyai laba ditahan
(retained earning) dan saldo laba positif hingga, misalnya RUPS menetapkan dividen sebesar
Rp200,00 (dua ratus rupiah) per saham. Oleh karena, itu saham yang harus dikembalikan
adalah Rp1000,00 (seribu rupiah) dikurangi Rp200,00 (dua ratus rupiah) berarti Rp800,00
(delapan ratus rupiah).
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengambilan dividen yang dimaksud adalah jumlah nominal dividen tidak termasuk bunga.
Ayat (3)
Jumlah dividen yang tidak diambil dan menjadi hak Perseroan dibukukan dalam pos
pendapatan lain- lain dari Perseroan.
Pasal 74
- 59 -
Ayat (1)
Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang,
dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber
daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber
daya alam.
Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan
dengan sumber daya alam” adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan
sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber
daya alam.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”
adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundangundangan
yang terkait.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan berkenaan dengan hak pemegang saham untuk
memperoleh keterangan berkaitan dengan mata acara rapat dengan tidak mengurangi hak
pemegang saham untuk mendapatkan keterangan lainnya berkaitan dengan hak pemegang
saham yang diatur dalam undang-undang ini, antara lain hak pemegang saha m untuk melihat
daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4),
serta hak pemegang saham untuk mendapatkan bahan-bahan rapat segera setelah panggilan
RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) dan ayat (4).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)” adalah RUPS
harus diadakan di wilayah negara Republik Indonesia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “disetujui dan ditandatangani” adalah disetujui dan ditandatangani
secara fisik atau secara elektronik.
Pasal 78
Ayat (1)
- 60 -
Yang dimaksud dengan “RUPS lainnya” dalam praktik sering dikenal sebagai RUPS luar
biasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “alasan yang menjadi dasar permintaan diadakan RUPS”, antara lain
karena Direksi tidak mengadakan RUPS tahunan sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan atau masa jabatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris akan
berakhir.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “penetapan pengadilan mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan
tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS” adalah khusus berlaku untuk RUPS
ketiga, sedangkan untuk RUPS pertama dan RUPS kedua ketentuan kuorum kehadiran dan
persyaratan pengambilan keputusan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
86, Pasal 87, Pasal 88, dan Pasal 89 atau anggaran dasar Perseroan.
Yang dimaksud dengan “bentuk RUPS” adalah RUPS tahunan atau RUPS lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap” adalah bahwa
atas penetapan tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Ketentuan ini dimaksudkan agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.
Ayat (7)
Upaya hukum yang dimungkinkan apabila penetapan pengadilan menolak permohonan
adalah hanya upaya hukum kasasi dan tidak dimungkinkan peninjauan kembali.
Ayat (8)
Cukup jelas.
- 61 -
Pasal 81
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemanggilan RUPS adalah kewajiban Direksi. Pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh
Dewan Komisaris, antara lain dalam hal Direksi tidak menyelenggarakan RUPS sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 79 ayat (6), dalam hal Direksi berhalangan atau terdapat pertentangan
kepentingan antara Direksi dan Perseroan.
Pasal 82
Ayat (1)
“Jangka waktu 14 (empat belas) hari“ adalah jangka waktu minimal untuk memanggil rapat.
Oleh karena itu, dalam anggaran dasar tidak dapat menentukan jangka waktu lebih singkat
dari 14 (empat belas) hari kecuali untuk rapat kedua atau rapat ketiga sesuai dengan
ketentuan undang- undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pemegang saham
mengusulkan kepada Direksi untuk penambahan acara RUPS.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kecuali anggaran dasar menentukan lain” adalah apabila anggaran
dasar mengeluarkan satu saham tanpa hak suara. Dalam hal anggaran dasar tidak menentukan
hal tersebut, dapat dianggap bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak
suara.
Ayat (2)
Dengan ketentuan ini saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan tersebut, baik langsung
maupun tidak langsung, tidak mempunyai hak suara dan tidak dihitung dalam penentuan
kuorum.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dikuasai sendiri” adalah dikuasai baik karena hubungan
kepemilikan, pembelian kembali maupun karena gadai.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini merupakan perwujudan asas musyawarah unt uk mufakat yang diakui
dalam undang-undang ini. Oleh karena itu, suara yang berbeda (split voting) tidak
dibenarkan. Bagi Perseroan Terbuka suara berbeda yang dikeluarkan oleh bank kustodian
atau perusahaan efek yang mewakili pemegang saham dalam dana bersama (mutual fund)
bukan merupakan suara yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat ini.
Ayat (4)
- 62 -
Dalam menetapkan kuorum RUPS, saham dari pemegang saham yang diwakili anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan sebagai kuasa ikut dihitung,
tetapi dalam pemungutan suara mereka sebagai kuasa pemegang saham tidak berhak
mengeluarkan suara.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 86
Ayat (1)
Penyimpangan atas ketentuan pada ayat ini hanya dimungkinkan dalam hal yang ditentukan
undang-undang ini. Anggaran dasar tidak boleh menentukan kuorum yang lebih kecil
daripada kuorum yang ditentukan oleh undang- undang ini.
Ayat (2)
Dalam hal kuorum RUPS pertama tidak tercapai, rapat harus tetap dibuka dan kemudian
ditutup dengan membuat notulen rapat yang menerangkan bahwa RUPS pertama tidak dapat
dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapat diadakan pemanggilan RUPS
yang kedua.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, maka RUPS harus tetap dibuka dan kemudian
ditutup dengan membuat notulen RUPS yang menerangkan bahwa RUPS kedua tidak dapat
dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapat diajukan permohonan kepada
ketua pengadilan negeri untuk menetapkan kuorum RUPS ketiga.
Ayat (6)
Dalam hal ketua pengadilan negeri berhalangan, penetapan dilakukan oleh pejabat lain yang
mewakili ketua.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap” adalah bahwa
atas penetapan tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “musyawarah untuk mufakat” adalah hasil kesepakatan yang
disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “disetujui lebih dari ½ (satu perdua) bagian” adalah bahwa usul
dalam mata acara rapat harus disetujui lebih dari ½ (satu perdua) jumlah suara yang
dikeluarkan. Jika terdapat 3 (tiga) usul atau calon dan tidak ada yang memperoleh suara lebih
dari ½ (satu perdua) bagian, pemungutan suara atas 2 (dua) usul atau calon yang
mendapatkan suara terbanyak harus diulang sehingga salah satu usul atau calon mendapatkan
suara lebih dari ½ (satu perdua) bagian.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
- 63 -
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar“ adalah lebih besar daripada yang ditetapkan
pada ayat ini, tetapi tidak lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat (1).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 90
Ayat (1)
Penandatanganan oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang
ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan kebenaran
isi risalah RUPS tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 91
Yang dimaksud dengan “pengambilan keputusan di luar RUPS” dalam praktik dikenal
dengan usul keputusan yang diedarkan (circular resolution).
Pengambilan keputusan seperti ini dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi
keputusan diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan
kepada semua pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh
pemegang saham.
Yang dimaksud dengan “keputusan yang mengikat” adalah keputusan yang mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS.
Pasal 92
Ayat (1)
Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk mengurus Perseroan yang, antara lain meliputi
pengurusan sehari-hari dari Perseroan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat “ adalah kebijakan yang, antara lain
didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang
sejenis.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Direksi sebagai organ Perseroan yang melakukan pengurusan Perseroan memahami dengan
jelas kebutuhan pengurusan Perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS tidak menetapkan
pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi, sudah sewajarnya penetapan tersebut
dilakukan oleh Direksi sendiri.
Pasal 93
Ayat (1)
Jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak yang bersangkutan dinyatakan bersalah
berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap telah menyebabkan
Perseroan pailit atau apabila dihukum terhitung sejak selesai menjalani hukuman.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sektor keuangan”, antara lain lembaga keuangan bank dan nonbank,
pasar modal, dan sektor lain yang berkaitan dengan penghimpunan dan pengelolaan dana
masyarakat.
Ayat (2)
- 64 -
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “surat” adalah surat pernyataan yang dibuat oleh calon anggota
Direksi yang bersangkutan berkenaan dengan persyaratan ayat (1) dan surat dari instansi
yang berwenang berkenaan dengan persyaratan ayat (2).
Pasal 94
Ayat (1)
Kewenangan RUPS tidak dapat dilimpahkan kepada organ Perseroan lainnya atau pihak lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Persyaratan pengangkatan anggota Direksi untuk “jangka waktu tertentu”, dimaksudkan
anggota Direksi yang telah berakhir masa jabatannya tidak dengan sendirinya meneruskan
jabatannya semula, kecuali dengan pengangkatan kembali berdasarkan keputusan RUPS.
Misalnya untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun atau 5 (lima) tahun sejak tanggal pengangkatan,
maka sejak berakhirnya jangka waktu tersebut mantan anggota Direksi yang bersangkutan
tidak berhak lagi bertindak untuk dan atas nama Perseroan, kecuali setelah diangkat kembali
oleh RUPS.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “perubahan anggota Direksi” termasuk perubahan karena
pengangkatan kembali anggota Direksi.
Ayat (8)
Yang dimaksud dengan “permohonan” adalah permohonan persetujuan perubahan anggaran
dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2).
Yang dimaksud dengan “pemberitahuan” adalah pemberitahuan perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan pemberitahuan tentang data Perseroan
lainnya yang wajib diberitahukan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan undang-undang
ini.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 95
Ayat (1)
Pengangkatan anggota Direksi batal karena hukum sejak diketahuinya pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 oleh anggota Direksi lainnya atau Dewan
Komisaris berdasarkan bukti yang sah dan kepada anggota Direksi yang bersangkutan
diberitahukan secara tertulis pada saat diketahuinya hal tersebut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “anggota Direksi lainnya” adalah anggota Direksi di luar anggota
Direksi yang pengangkatannya batal dan mempunyai wewenang mewakili Direksi sesuai
dengan anggaran dasar. Jika tidak terdapat anggota Direksi yang demikian itu, yang
melaksanakan pengumuman adalah Dewan Komisaris.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 96
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi” adalah besarnya gaji
dan tunjangan bagi setiap anggota Direksi.
- 65 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 97
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penuh tanggung jawab” adalah memperhatikan Perseroan dengan
saksama dan tekun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian” termasuk juga langkah-langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan
pengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian, antara lain melalui forum rapat Direksi.
Ayat (6)
Dalam hal tindakan Direksi merugikan Perseroan, pemegang saham yang memenuhi
persyaratan sebagaimana ditetapkan pada ayat ini dapat mewakili Perseroan untuk
melakukan tuntutan atau gugatan terhadap Direksi melalui pengadilan.
Ayat (7)
Gugatan yang diajukan Dewan Komisaris adalah dalam rangka tugas Dewan Komisaris
melaksanakan fungsi pengawasan atas pengurusan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi,
untuk mengajukan gugatan tersebut Dewan Komisaris tidak perlu bertindak bersama-sama
dengan anggota Direksi lainnya dan kewenangan Dewan Komisaris tersebut tidak terbatas
hanya dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan.
Pasal 98
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Undang-undang ini pada dasarnya menganut sistem perwakilan kolegial, yang berarti tiaptiap
anggota Direksi berwenang me wakili Perseroan. Namun, untuk kepentingan Perseroan,
anggaran dasar dapat menentukan bahwa Perseroan diwakili oleh anggota Direksi tertentu.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud “tidak boleh bertentangan dengan undang-undang”, misalnya RUPS tidak
berwenang memutuskan bahwa Direksi di dalam mengagunkan atau mengalihkan sebagian
besar aset Perseroan cukup dengan persetujuan Dewan Komisaris atau persetujuan RUPS
dengan kuorum kurang dari 3/4 (tiga perempat).
Yang dimaksud ‘tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar”, misalnya anggaran dasar
menentukan untuk peminjaman uang di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), Direksi
harus mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris. RUPS tidak berwenang mengambil
keputusan bahwa untuk peminjaman uang di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),
Direksi harus memperoleh persetujuan Dewan Komisaris tanpa terlebih dahulu mengubah
ketentuan anggaran dasar tersebut.
Pasal 99
Cukup jelas.
- 66 -
Pasal 100
Ayat (1)
Huruf a
Daftar pemegang saham dan daftar khusus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50, risalah RUPS dan risalah rapat Direksi memuat segala sesuatu yang
dibicarakan dan diputuskan dalam setiap rapat.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “dokumen Perseroan lainnya”, antara lain risalah rapat Dewan
Komisaris, perizinan Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 101
Setiap perolehan dan perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib dilaporkan.
Laporan Direksi mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 ayat (2).
Yang dimaksud dengan “ keluarganya “, lihat penjelasan Pasal 50 ayat (2).
Pasal 102
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kekayaan Perseroan” adalah semua barang baik bergerak maupun
tidak bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud, milik Perseroan.
Yang dimaksud dengan “dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama
lain maupun tidak” adalah satu transaksi atau lebih yang secara kumulatif mengakibatkan
dilampauinya ambang 50% (lima puluh persen).
Penilaian lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih didasarkan pada nilai buku
sesuai neraca yang terakhir disahkan RUPS.
Ayat (2)
Berbeda dari transaksi pengalihan kekayaan, tindakan transaksi penjaminan utang kekayaan
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dibatasi jangka waktunya,
tetapi harus diperhatikan adalah jumlah kekayaan Perseroan yang masih dalam penjaminan
dalam kurun waktu tertentu.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan, misalnya
penjualan rumah oleh perusahaan real estate, penjualan surat berharga antarbank, dan
penjualan barang dagangan (inventory) oleh perusahaan distribusi atau perusahaan dagang.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 103
Yang dimaksud “kuasa” adalah kuasa khusus untuk perbuatan tertentu sebagaimana
disebutkan dalam surat kuasa.
Pasal 104
Untuk membuktikan kesalahan atau kelalaian Direksi, gugatan diajukan ke pengadilan niaga
sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
Pasal 105
Ayat (1)
Keputusan RUPS untuk memberhentikan anggota Direksi dapat dilakukan dengan alasan
yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Direksi yang ditetapkan
dalam undang-undang ini, antara lain melakukan tindakan yang merugikan Perseroan atau
karena alasan lain yang dinilai tepat oleh RUPS.
- 67 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembelaan diri dalam ketentuan ini dilakukan secara tertulis.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 106
Ayat (1)
Mengingat pemberhentian anggota Direksi oleh RUPS memerlukan waktu untuk
pelaksanaannya, sedangkan kepentingan Perseroan tidak dapat ditunda, Dewan Komisaris
sebagai organ pengawas wajar diberikan kewenangan untuk melakukan pemberhentian
sementara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
RUPS didahului dengan panggilan RUPS yang dilakukan oleh organ Perseroan yang
memberhentikan sementara tersebut.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 107
Huruf a
Tata cara pengunduran diri anggota Direksi yang diatur dalam anggaran dasar dengan
pengajuan permohonan untuk mengundurkan diri yang harus diajukan dalam kurun waktu
tertentu. Dengan lampaunya kurun waktu tersebut, anggota Direksi yang bersangkutan
berhenti dari jabatannya tanpa memerlukan persetujuan RUPS.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan” adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh Dewan
Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan
Perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Berbeda dari Direksi yang memungkinkan setiap anggota Direksi bertindak sendiri-sendiri
dalam menjalankan tugas Direksi, setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak
sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas Dewan Komisaris, kecuali berdasarkan keputusan
Dewan Komisaris.
Ayat (5)
- 68 -
Perseroan yang kegiatan usahanya menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat,
Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan
Terbuka memerlukan pengawasan dengan jumlah anggota Dewan Komisaris yang lebih
besar karena menyangkut kepentingan masyarakat.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 93 ayat (1) huruf c.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “surat” adalah surat pernyataan yang dibuat oleh calon anggota
Dewan Komisaris yang bersangkutan berkenaan dengan persyaratan ayat (1) dan surat dari
instansi yang berwenang berkenaan dengan persyaratan ayat (2).
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “anggota Dewan Komisaris lainnya” adalah anggota Dewan
Komisaris di luar anggota Dewan Komisaris yang pengangkatannya batal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa apabila Dewan Komisaris bersalah atau lalai
dalam menjalankan tugasnya sehingga mengakibatkan kerugian pada Perseroan karena
pengurusan yang dilakukan oleh Direksi, anggota Dewan Komisaris tersebut ikut
bertanggung jawab sebatas dengan kesalahan atau kelalaiannya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Huruf a
Risalah rapat Dewan Komisaris memuat segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan
dalam rapat tersebut.
- 69 -
Yang dimaksud dengan “salinannya” adalah salinan risalah rapat Dewan Komisaris karena
asli risalah tersebut dipelihara Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100.
Huruf b
Setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib juga dilaporkan.
Yang dimaksud dengan “keluarganya“, lihat penjelasan Pasal 50 ayat (2).
Huruf c
Laporan Dewan Komisaris mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2).
Pasal 117
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “memberikan persetujuan” adalah memberikan persetujuan secara
tertulis dari Dewan Komisaris.
Yang dimaksud dengan “bantuan” adalah tindakan Dewan Komisaris mendampingi Direksi
dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
Pemberian persetujuan atau bantuan oleh Dewan Komisaris kepada Direksi dalam melakukan
perbuatan hukum tertentu yang dimaksud ayat ini bukan merupakan tindakan pengurusan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan” adalah perbuatan
hukum yang dilakukan tanpa persetujuan Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar tetap mengikat Perseroan, kecuali dapat dibuktikan pihak lainnya tidak
beritikad baik.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat mengakibatkan tanggung jawab pribadi
anggota Direksi sesuai dengan ketentuan undang- undang ini.
Pasal 118
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan wewenang kepada Dewan Komisaris untuk
melakukan pengurusan Perseroan dalam hal Direksi tidak ada.
Yang dimaksud dengan “dalam keadaaan tertentu”, antara lain keadaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf b dan Pasal 107 huruf c.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Komisaris Independen ya ng ada di dalam pedoman tata kelola Perseroan yang baik (code of
good corporate governance) adalah “Komisaris dari pihak luar”.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 121
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “komite”, antara lain komite audit, komite remunerasi, dan komite
nominasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
- 70 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham dari Perseroan yang
menggabungkan diri serta harga wajar saham dari Perseroan yang menerima Penggabungan
untuk menentukan perbandingan penukaran saham dalam rangka konversi saham.
Huruf d
Rancangan perubahan anggaran dasar dalam hal ini hanya diwajibkan sebagai bagian dari
usulan apabila Penggabungan tersebut menyebabkan adanya perubahan anggaran dasar.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “3 (tiga) tahun buku terakhir dari Perseroan” adalah yang
keseluruhannya mencakup 36 (tiga puluh enam) bulan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “Perseroan tertentu” adalah Perseroan yang mempunyai bidang
usaha khusus, antara lain lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank.
Yang dimaksud dengan “instansi terkait” antara lain Bank Indonesia untuk Penggabungan
Perseroan perbankan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Ayat (1)
Pengambilalihan yang dimaksud dalam Pasal ini tidak mengurangi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “pihak yang akan mengambil alih” adalah Perseroan, badan hukum
lain yang bukan Perseroan, atau orang perseorangan.
Ayat (6)
- 71 -
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham dari Perseroan yang diambil
alih serta harga wajar saham penukarnya untuk menentukan perbandingan penukaran saham
dalam rangka konversi saham.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (7)
Pengambilalihan saham Perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului
dengan membuat rancangan Pengambilalihan, tetapi dilakukan langsung melalui perundingan
dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap
memperhatikan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 126
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu.
Selanjutnya, dalam Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan harus juga
dicegah kemungkinan terjadinya monopoli atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang
merugikan masyarakat.
Ayat (2)
Pemegang saham yang tidak menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli sesuai dengan harga
wajar saham dari Perseroan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 123 ayat (2)
huruf c dan Pasal 125 ayat (6) huruf d.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 127
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang
bersangkutan agar mengetahui adanya rencana tersebut dan mengajukan keberatan jika
mereka merasa kepentingannya dirugikan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
- 72 -
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telah
dilakukan Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan.
Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal:
a. persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi Penggabungan;
b. pemberitahuan diterima Menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang tidak disertai perubahan
anggaran dasar; dan
c. pengesahan Menteri atas akta pendirian Perseroan dalam hal terjadi Peleburan.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pemisahan tidak murni” lazim disebut spin off.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “beralih karena hukum” adalah beralih berdasarkan titel umum
sehingga tidak diperlukan akta peralihan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Ayat (1)
Sebelum mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap Perseroan, pemohon telah meminta
secara langsung kepada Perseroan mengenai data atau keterangan yang dibutuhkannya.
Dalam hal Perseroan menolak atau tidak memperhatikan permintaan tersebut, ketentuan ini
memberikan upaya yang dapat ditempuh oleh pemohon.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
- 73 -
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 139
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “ahli” adalah orang yang mempunyai keahlian dalam bidang yang
akan diperiksa.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “semua dokumen” adalah semua buku, catatan, dan surat yang
berkaitan dengan kegiatan Perseroan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 140
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan pada ayat ini, pemohon dapat menentukan sikap lebih
lanjut terhadap Perseroan.
Pasal 141
Ayat (1)
Dalam menetapkan biaya pemeriksaan bagi pemeriksa, ketua pengadilan negeri
mendasarkannya atas tingkat keahlian pemeriksa dan batas kemampuan Perseroan serta
ruang lingkup Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembebanan penggantian biaya dimaksud ditetapkan oleh pengadilan dengan memperhatikan
hasil pemeriksaan.
Pasal 142
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan
melakukan likuidasi” adalah ketentuan yang tidak memungkinkan Perseroan untuk berusaha
dalam bidang lain setelah izin usahanya dicabut, misalnya izin usaha perbankan, izin usaha
perasuransian.
Ayat (2)
Berbeda dari bubarnya Perseroan sebagai akibat Penggabungan dan Peleburan yang tidak
perlu diikuti dengan likuidasi, bubarnya Perseroan berdasarkan ketentuan ayat (1) harus
selalu diikuti dengan likuidasi.
- 74 -
Huruf a
Yang dimaksud dengan “likuidasi yang dilakukan oleh kurator” adalah likuidasi yang khusus
dilakukan dalam hal Perseroan bubar berdasarkan ketentuan ayat (1) huruf e.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Dengan pengangkatan likuidator, tidak berarti bahwa anggota Direksi dan Dewan Komisaris
diberhentikan, kecuali RUPS yang memberhentikan.
Yang berwenang untuk melakukan pemberhentian sementara likuidator dan pengawasan
terhadapnya adalah Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.
Pasal 143
Ayat (1)
Karena Perseroan yang dibubarkan masih diakui sebagai badan hukum, Perseroan dapat
dinyatakan pailit dan likuidator selanjutnya digantikan oleh kurator.
Pernyataan pailit tidak mengubah status Perseroan yang telah dibubarkan dan karena itu
Perseroan harus dilikuidasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan”, antara lain:
a. Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih,
yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak;
b. dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah tidak diketahui alamatnya walaupun
telah dipanggil melalui iklan dalam Surat Kabar sehingga tidak dapat diadakan RUPS;
c. dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam Perseroan demikian rupa sehingga RUPS
tidak dapat mengambil keputusan yang sah, misalnya 2 (dua) kubu pemegang saham
memiliki masing-masing 50% (lima puluh persen) saham; atau
d. kekayaan Perseroan telah berkurang demikian rupa sehingga dengan kekayaan yang ada
Perseroan tidak mungkin lagi melanjutkan kegiatan usahanya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 147
Ayat (1)
Penghitungan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dimulai sejak tanggal:
a. pembubaran oleh RUPS karena Perseroan dibubarkan oleh RUPS; atau
b. penetapan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena Perseroan
dibubarkan berdasarkan penetapan pengadilan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
- 75 -
Penghitungan jangka waktu 60 (enam puluh) hari dimulai sejak tanggal pengumuman
pemberitahuan kepada kreditor yang paling akhir, misalnya pengumuman dalam surat kabar
tanggal 1 Juli 2007, pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 3 Juli
2007, maka tanggal pengumuman yang paling akhir dimaksud adalah pada tanggal 3 Juli
2007.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “dalam rencana pembagian kekayaaan hasil likuidasi”, termasuk
rincian besarnya utang dan rencana pembayarannya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan ‘tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan
kekayaan”, antara lain mengajukan permohonan pailit karena utang Perseroan lebih besar
daripada kekayaan Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “likuidator bertanggung jawab” adalah likuidator harus memberikan
laporan pertanggungjawaban atas likuidasi yang dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Ayat (1)
- 76 -
Pada dasarnya terhadap Perseroan yang melakukan kegiatan tertentu di bidang pasar modal,
misalnya Perseroan Terbuka atau bursa efek berlaku ketentuan dalam undang- undang ini.
Namun, mengingat kegiatan Perseroan tersebut mempunyai sifat tertentu yang berbeda dari
Perseroan pada umumnya, perlu dibuka kemungkinan adanya pengaturan khusus terhadap
Perseroan tersebut.
Pengaturan khusus dimaksud, antara lain mengenai sistem penyetoran modal, hal yang
berkaitan dengan pembelian kembali saham Perseroan, dan hak suara serta penyelenggaraan
RUPS.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “asas hukum Perseroan” adalah asas hukum yang berkaitan dengan
hakikat Perseroan dan Organ Perseroan.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan
peraturan perundang-undangan” adalah Perseroan yang berstatus badan hukum yang
didirikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 158
Berdasarkan ketentuan ini, kepemilikan saham oleh Perseroan lain tersebut harus sudah
dialihkan kepada pihak lain yang tidak terkena larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya undang-undang ini.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4756.